Herdiansyah Hamzah : Seharusnya Yayasan Melati Samarinda yang Angkat Kaki

Murid, orangtua murid, dan masyarakat Loa Janan Ilir menolak SMAN 10 Samarinda dipindahkan dari Jalan HM Rifaddin. (Foto Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah berpendapat, seharusnya Yayasan Melati Samarinda yang angkat kaki dari lokasi SMAN 10 Samarinda, karena dalam Putusan Kasasi Nomor 64 K/TUN/2016 maupun Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 72 PK/TUN/2017, Mahkamah Agung secara tegas menolak permohonan Yayasan Melati Samarinda.

“Artinya putusan dalam perkara ini sudah final (inkracht), yang berarti tidak ada lagi upaya hukum lainnya,” kata Herdiansyah ketika diminta tanggapan oleh Niaga.Asia,  Kamis 17/6/2021).

berita terkait: 

Sengketa SMAN 10 Samarinda, Pengurus Yayasan Melati Terancam Dilaporkan ke Aparat Keamanan

Gugatan Yayasan Melati Ditolak Ditingkat Kasasi Maupun Peninjauan Kembali

Menurut Herdiansyah Hamzah yang akrab dipanggil Castro ini, dalam putusan Kasasi dan PK tersebut, Mahkamah Agung (MA) setidaknya mengurai dua hal secara eksplisit, yakni : satu, menolak permohonan Yayasan Melati, dimana menurut MA, baik secara judex facti maupun judex juris, putusan PN, PT, hingga Kasasi sudah tepat dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapannya.

“Kedua, MA menegaskan bahwa pemegang hak pakai tanah di lokasi tersebut adalah Pemprov Kaltim, sedangkan Yayasan Melati hanya bersifat pinjam pakai. Oleh karena itu, SK Gubernur Nomor 180/K.745/2014 yang mencabut status pinjam pakai Yayasan Melati itu, sudah sesuai dengan prosedur,” ujarnya.

Berdasarkan putusan Kasasi dan PK itu, lanjut Castro, semestinya Yayasan Melati Samarinda  yang dipersilahkan angkat kaki dari lokasi itu, bukan malah pihak SMAN 10. Sebab secara hukum, pemegang hak pakai tanah adalah Pemprov Kaltim.

“Dalam posisi ini, seharusnya Pemprov Kaltim memberikan prioritas penggunaan lokasi dan faslitas kepada SMAN 10, mengingat urgensinya sebagai sarana pendidikan,” terangnya.

Tapi  yang aneh dalam kasus ini, tambah Castro, kenapa justru pihak Yayasan Melati Samarinda  yang bersikeras memindahkan SMAN 10 Samarinda dari lokasi di jalan HM Rifaddin, bahkan dengan cara yang diduga merusak fasilitas sekolah?

Merusak Property SMAN 10 Tindak Pidana Murni

Castro juga berpendapat, pengrusakan terhadap property  (barang) atau fasilitas SMAN 10 Samarinda oleh Yayasan Melati Samarinda, dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana murni. Bisa disangkakan dengan delik pidana pengrusakan barang milik orang lain, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 406 KUHP.

“Ancaman pidananya paling lama 2 tahun 8 bulan,” ungkapnya.

Jadi untuk memberikan efek jera, mestinya hal ini diproses secara hukum, tidak boleh didiamkan. Sebab tiada seorangpun diperboleh merusak barang orang lain, terlebih fasilitas sekolah yang merupakan miliki publik. Mendiamkan peristiwa ini, justru akan menjadi preseden buruk kedepannya.

Castro juga mencermati ada sesuatu yang lebih aneh bin ajaib yaitu,  sikap Pemprov dan jajarannya yang cenderung diam.

“ Ini tentu sangat kita sayangkan,” tegasnya.

Sebagai pemegang hak pakai tanah, seharusnya Pemprov mengambil alih kendali. Termasuk menghalangi serta mengambil tindakan tegas terhadap siapapun yang mencoba merusak aset dan fasilitas milik negara. Kecuali memang Pemprov tidak memiliki kepedulian sama sekali terhadap perkara yang menimpa SMA 10 ini.

“Oleh karena itu, Pemprov harus tegas dan punya keberpihakan. Sebab perkara ini tidak hanya sekedar tanah dan aset semata, tapi menyangkut masa depan pendidikan di Kaltim, masa depan anak-anak kita semua,” pungkas Castro.

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan

Tag: