Instruksi Gubernur Kaltim Warga Tak Keluar Rumah Dua Hari Bikin Gaduh

Gubernur Kaltim Isran Noor (Foto humasprovkaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Gubernur Kaltim Isran Noor mengeluarkan instruksi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), dan meminta warga tidak keluar rumah tiap Sabtu – Minggu, mulai 6 Februari 2021. Instruksi itu dinilai mendadak, dan justru bikin gaduh.

Instruksi itu keluar mulai Kamis (4/2) kemarin, dan menuai respons beragam dari masyarakat sampai dengan hari ini. Diantaranya dari pelaku usaha seperti di Samarinda.

“Kalau gaduh, pasti masyarakat jadi gaduh, karena ini mendadak. Kalau seperti super market yang bahan jualnya tahan lama, it’s okay,” kata salah seorang pelaku usaha di Samarinda, Beni (40), dalam perbincangan bersama Niaga Asia, Jumat (5/2) sore.

Menurut Beni, yang perlu diperhatikan, adalah pelaku usaha yang sudah membeli sayur jauh hari, dan sepi pembeli di akhir pekan Sabtu – Minggu.

“Kalau seperti yang di Jawa Tengah permintaan agar masyarakat tidak keluar rumah, kan itu lebih dulu disosialisasikan 2-3 minggu sebelumnya, baru diberlakukan. Jadi, warga ada persiapan. Mau bikin acara, pasti diundur jangan kena Sabtu – Minggu. Kalau begini, kan bukan solusi. Jadi rumit, dan gaduh kan?” ujar Beni.

Beni juga menyoroti pasar tradisional. Dimana, hari ini, warga ramai berbelanja memenuhi stok untuk dua hari. Sebab, pasar dikabarkan tidak beroperasi di akhir pekan seiring edaran instruksi Gubernur.

“Itu lebih berbahaya kan? Kenapa? Karena ke pasar disebabkan panik, dempet-dempetan. Meski sebenarnya tidak perlu panik, tapi karena masyarakat kan pola pikirnya berbeda-beda,” ungkap Beni.

“Khawatirnya, ada OTG (Orang Tanpa Gejala) Covid-19, kemudian di rumah, itu jarang pakai masker. Itu lebih risiko menular ke anggota keluarga lainnya di rumah,” tambah Beni.

Berita terkait :

Instruksi Gubernur Isran, Lockdown Aktivitas Warga Tiap Sabtu-Minggu Mulai Besok

Sementara, Dayat (41), pelaku usaha lainnya di Samarinda, justru menyoroti ketidaktegasan edaran istruksi Gubernur Isran, untuk warga tidak keluar rumah di hari Sabtu – Minggu. Sebab, dikutip Niaga Asia dari pernyataan Pangdam VI Mulawarman Mayjend TNI Hari Wiranto di Samarinda, Kamis (4/2) kemarin, itu bukan larangan melainkan imbauan.

“Dalam edaran itu, soal tidak keluar rumah dua hari, tidak ada tertera itu imbauan atau larangan. Justru ini bikin masalah,” ungkap Dayat.

“Mestinya dirinci, lebih spesifik. Masalahnya edarannya abu-abu, bias. Itu lalu dikirimkan ke kabupaten dan kota. Respons masyarakat ini berbeda-beda. Ini larangan, atau imbauan?” sebut Dayat heran.

Menurut Dayat, kalau pun Gubernur melarang, semestinya tegas menulis dilarang. “Supaya jelas. Kalau dari sisi masyarakat saya yakin bisa paham, instropeksi lah. Kan untuk kebaikan juga. Kalau begini kan ngambang. Pemikiran, respons masyarakat beda-beda,” tegas Dayat.

Kendati demikian, lanjut Dayat, secara umum dia menyetujui diberlakukannya PPKM. Utamanya, di Samarinda. “Itu setuju, untuk kebaikan bersama. Tapi, tidak bisa juga mendadak. Ini meski maksudnya baik tekan kasus Corona, masalahnya mendadak, jadi orang kaget,” sebut Dayat.

“Kalau dari awal disosialisasikan, misal pekan depan akan dimulai PPKM, nah itu kan warga jadi lebih persiapan. Ini kan yang ada, edaran instruksi Gubernur keluar tanggal 4 Februari, berlaku tanggal 6 Februari. Juga edaran Wali Kota Samarinda diteken tangg 3 Februari, berlaku di hari sama tanggal 3 Februari,” jelas Dayat.

Dayat juga menggarisbawahi. Dia menyayangkan, dimana semestinya pembatasan kegiatan masyarakat itu diberlakukan sejak awal, saat kasus Covid-19 di Kalimantan Timur, khususnya di Samarinda, terus menunjukka tren peningkatan kasus setiap harinya.

“Dari dulu harusnya pembatasan. Jangan meledak angka kasus, baru panik. Ya, mestinya direm sejak awal. Akhirnya kan, sekarang jadi keputusan panik, karena mendadak,” pungkas Dayat. (006)

Tag: