Jahiddin: Logikanya, Polisi Bisa Menangkap Pengusaha Tambang yang Menyebabkan Kematian

aa

Bekas lubang tambang batubara milik PT IBP di kawasan Pinang, Kelurahan Air Putih yang merenggut nyawa  Ahmad Setiawan (10),  Sabtu (22/6) lalu. (Foto NIAGA.ASIA)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Anggota Komisi I DPRD Kaltim, H J Jahiddin menegaskan, logikanya, Polisi bisa menangkap dan memproses hukum pengusaha tambang yang meninggalkan lubang tambang yang menyebabkan 35 orang mati di lubang tambang di Samarinda dan Kutai Kartenegara.

“Kalau Polisi menggunakan pendekatan UU Pidana  (KUHP), pengusaha tambang yang menyebabkan orang mati di lubang bekas tambangnya, jelas melanggar Pasal 359 KUHP. Pihak yang paling berwenang atau penyidik tunggalnya atas pelanggar pasal tersebut adalah Polisi,” kata Jahiddin yang pensiunan anggota Polri dan advokat non aktif ini.

Pasal 359 KUHP berbunyi: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”. Pengertian kasalahannya (kealpaannya)  dalam KUHP meliputi sama dengan kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian.

 

baca juga:

35 Nyawa Anak Melayang di Kolam Eks Tambang, Dinas ESDM Salahkan Orangtua

Menurutnya, meski pengusaha tambang sudah berdamai dan memberikan bantuan sosial kepada keluarga korban di lubang tambang, kelalaian pengusaha tambang menutup lubang tambang yang menyebabkan kematian, tetap perbuatan pidana. “Memberikan santunan kepada keluarga korban tidak menghapus pelanggaran pidananya,” ujar Jahiddin lagi.

AA
HJ Jahiddin. (Foto Intoniswan/NIAGA.ASIA)

Komisi I yang membawahkan bidang Hukum dan Pmerintahan, lanjut Jahiddin, proses hukum terhadap pelanggaran hukum, termasuk UU Lingkungan Hidup oleh pengusaha tambang, seperti sengaja dibuat berbelit-belit, padahal kalau penyelesaian mengunakan pendekatan KUHP urusannya menjadi simpel. “Selama ini saya tidak melihat ada sanksi yang menimbulkan efek jera kepada pengusaha tambang yang melalaikan kewajibannya melaksanakan reklamasi,” tambahnya.

Ditegaskan pula, dalam kasus lubang tambang yang menyebabkan kematian, tidak ada keharusan atau aturan yang mengharuskan Polisi  baru bisa melakukan proses hukum menunggu  limpahanberkas  penyidikan dari  Inspektur Tambang dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). “Secara hukum Polisi bisa langsung memproses hukum,” tegasnya.

Ia juga tidak melihat setelah urusan tambang dibawah kewenangan pemerintah provinsi, tidak lebih bagus dibandingkan saat dibawah kewenangan pemeriha kabupaten/kota. Progres reklamasi atau penutupan bekas lubang tambang oleh pengusaha, juga tak berjalan, sementara korban terus berjatuhan. “Saya secara pribadi juga menyesalkan ucapan Kadis ESDM Kaltim yang menyebut korban terakhir di lubang tambang, salah orangtuanya,” kata Jahiddin. (001)