RUU Pertanahan Dituding Kembalikan Regulasi Era Kolonial

aa
Sejumlah perempuan adat Sigapiton berunjuk rasa menolak proyek jalan menuju kawasan wisata Danau Toba. (Hak atas foto Handout/Kompascom Image caption)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Guru Besar Agraria Institut Pertanian Bogor, Endriatmo Soetarto, menyebut draf RUU Pertanahan yang baru dan segera disahkan DPR-RI  tak memberi solusi atas konflik agraria yang marak.  Tak ada pula ketentuan yang menjawab ketimpangan struktural, laju konversi lahan pertanian, dan kemiskinan akibat kebijakan pertanahan

“RUU ini jalan menuju neoliberalisme pasar tanah. Itu sama sekali bertentangan dengan UUPA. Dengan praktek itu, mereka yang lemah pasti tersisih,”  kata Endriatmo Soetarto dalam wawancara dengan BBC News Indonesia.

“Gini rasio tanah kita hampir 0.6 atau 1% penduduk menguasai 60% tanah di negara ini. Ketika rakyat makin tersisih, itu bisa mencetuskan konflik yang makin tajam,” ujar Endriatmo.

Izin pengelolaan

Endriatmo adalah satu dari sejumlah guru besar agraria yang menolak pengesahan RUU Pertanahan. Selain dia, ada pula Maria Sri Wulan Sumardjono (UGM) dan Ida Nurlinda (Unpad).

Puluhan organisasi swadaya nirlaba di sektor agraria, lingkungan, dan pendamping kelompok rentan pun menggarisbawahi beragam pasal yang mereka anggap tidak tepat.

Salah satu yang dikritisi Endriatmo adalah ketentuan yang memungkinkan pemerintah menerbitkan hak pengelolaan (HPL) tanah berbasis hak menguasai negara. Menurutnya, pasal itu serupa dengan konsep domein verklaring era pemerintahan kolonial Belanda yang dihapus UU 1/1960 tentang Pokok Agraria (UUPA). Domein verklaring menegaskan setiap tanah yang tak dapat dibuktikan kepemilikannya merupakan tanah milik negara.

“HPL bukan hak, itu izin pengelolaan. Pasal yang baru seperti kembali ke zaman kolonial ketika pemerintah bisa menetapkan apa saja di atas tanah yang dianggap bukan hak masyarakat,” kata Endriatmo.

Selain itu, Endriatmo menyebut tak ada kejelasan soal tujuan dan target reforma agraria dalam RUU Pertanahan.  “Durasi dan target reforma agraria tidak diatur, jadi seolah-olah ini business as usual yang sewaktu-waktu bisa diusung setiap presiden dan calon dewan untuk menarik popularitas,” ucapnya.

Hal lain yang dicemaskan Endriatmo dan pegiat agraria adalah pasal tentang bank tanah. Ketentuan ini dinilai bakal melancarkan perampasan tanah atas nama proyek pembangunan.

“Yang bisa memenuhi bank tanah hanya korporasi besar. Dari situ, tanah dikonsentrasikan ke pihak tertentu lewat tangan pemerintah.”

“Yang akan terjadi adalah proses rekonsentrasi. Itu justru sama sekali bertentangan dengan pasal reforma agraria yang bermaksud mendistribusikan tanah. “Jadi di RUU ini ada dua pasal yang bukan hanya saling berhadapan, tapi malah saling mematikan,” kata Endriatmo.

aa
Menteri Agraria Soyfan Djalil membantah ada kepentingan pelaku bisnis di pembahasan RUU Pertanahan. (Hak atas foto ANTARAFOTO/Rivan Awal Lingga Image caption Menteri)

Ketua Panitia Kerja RUU Pertanahan di DPR, Herman Kaeron, menyatakan pembahasan substansi draf beleid itu telah selesai. Total, RUU inisiatif DPR ini memuat 15 bab dan 171 pasal.

Herman berkata, RUU itu kini telah diserahkan ke setiap fraksi di Komisi II. Jika komisi sepakat, draf akan diserahkan ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Banyak ketentuan tak sesuai

Menurut Herman, para pihak yang keberatan dengan substansi RUU Pertanahan masih bisa mengusulkan perubahan sebelum draf itu benar-benar disahkan.”Silakan kritik. Usulan dari Prof Maria misalnya, kami sudah memasukkan hak bangsa. Kalau ada masukan lain, silakan usulkan.” “Selama belum masuk ke pengambilan keputusan tingkat dua, kemungkinan perubahan substansi selalu ada,” tuturnya.

Di Komisi II, Fraksi PDIP menyatakan RUU Pertanahan semestinya dibahas ulang oleh DPR periode berikutnya.  Arif Wibowo, anggota fraksi partai berkepala banteng, menilai banyak ketentuan yang tak sesuai dengan semangat UUPA. “Harusnya tidak disahkan periode ini,” kata Arif.

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil, menyebut tak ada konspirasi di balik penyusunan RUU Pertanahan. Ia menganggap wajar pro dan kontra yang muncul.

Adapun, juru bicara Kementerian ATR, Harison Mocodompit, berkata pemerintah berharap RUU itu segera disahkan. “Pemerintah sudah satu suara. RUU Ini dapat menjawab berbagai permasalahan pertanahan terkini,” ujarnya.

RUU Pertanahan, kata Harison, memungkinkan sistem administrasi agraria satu pintu, menunjang iklim investasi yang baik, menuntaskan konflik, bahkan mengendalikan harga tanah.

“Tapi keputusan ada di DPR, Karena Ini memang inisiatif mereka,” ucapnya.@

Tag: