Sistem Zonasi Heboh karena Image Sekolah Favorit dan Sebaran SMPN Belum Merata

aa

aa
SMP Negeri 1 Samarinda, sekolah favorit dari masa ke masa.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Sistem zonasi di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN)  Tahun 2019 heboh karena masyarakat sudah terkunci image-nya pada sekolah favorit, dimana letak sekolah itu di luar zona tempat tinggal orangtua murid, kemudian kuotanya juga kecil, hanya 5% dari total murid yang diterima. Hal lain yang juga bikin heboh adalah sebaran SMP Negeri belum merata atau merata tapi daya tampungnya tak sebanyak anak yang mau masuk sekolah.

“Setelah kuota untuk sekolah favorit, atau dalam sebutan PPDB Tahun 2019 dengan kuota prestasi dinaikkan dari 5% menjadi 15%, kehebohan sudah berkurang,” ungkap Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda, H Asli Nuyadin menjawab Niaga.Asia, Selasa (2/7/2019). “Untuk Samarinda tidak menimbulkan kehebohan, karena SMPN favorit juga banyak dan tersebar merata,” sambungnya.

Setelah PPDB 2019, Pemkot Samarinda Benahi Infrastruktur  SMPN

Adanya istilah baru di PPDB Tahun 2019 juga membingungkan orangtua, padahal istilah baru yang dipakai tersebut sebetulnya sama dengan sebutan yang dipakai dalam PPDB Tahun 2018. Sistem zonasi itu padanan dari sebutan Bina Lingkungan, sedangkan kuota prestasi juga sama dengan sistem lintas zona, dan kuota untuk anak pindahan 5% tak berubah.

Saat sistem PPDB diatur daerah, kuota bina lingkungan atau kini disebut zonasi adalah 70%, kuota lintas zona atau kuota prestasi 25%, kuota  murid pindahan sama, 5%. “Pergeseran kuota (Bina Lingkungan/Zonasi dari 70% menjadi 90% dan kouta (Lintas Zona/Prestasi) turun dari 25% menjadi 5% (kemudian diubah Mendikbud 15%) yang menjadi sumber kehebohan,” katanya.

aa
H Asli Nuryadin. (Foto: NIAGA.ASIA)

Sesuai sumber masalah yang naik ke permukaan tahun ini, kata Asli, sejak 3 tahun lalu sebenarnya sudah dilakukan berbagai upaya ke masyarakat menjelaskan sekolah favorit hanya image, peninggalan sejarah, tapi karena sudah melekat dalam pikiran masyarakat, masih sulit diubah, karena menyangkut persepsi.

“Misalnya, hingga kini SMPN 1, 2, 3, 4, 5 adalah SMPN favorit. Padahal SMPN lain sebetulnya juga bagus, tapi orangtua tetap menganggap SMPN 1, 2, 3, 4, 5 yang terbaik, padahal latar belakang dan komptensi gurunya sebetulnya sama,” ujar Asli.

Menurut Asli yang karier kepegawaiannya berkuat di bidang pendidikan sejak di Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, di SMPN yang dianggap favorit tersebut tidak bisa lagi ditambah ruang belajarnya karena sudah full 33 kelas. Dibangunkan SMPN 37 dengan kualitas guru dengan sekolah di sampingnya yakni  SMPN 2 di Jalan Ahmad Dalam, masyarakat tetap menuntut anaknya bisa sekolah di SMPN 2.

“Untuk mengatasi hal demikian, kami di setiap kesempatan selalu menyampaikan ke masyarakat bahwa semua SMPN Negeri itu sama kualitasnya. Nilai atau prestasi anak tidak hanya ditentukan sekolah, tapi lebih pada anak didik itu sendiri,” ujarnya. “Saya yakin secara alami image sekolah tertentu saja yang favorit (dianggap berkualitas) terkikis dengan sendirinya,” tambah Asli.

Sebaran sekolah belum merata, juga diketahui setelah sistem zonasi dengan kuota 90% hendak dilaksanakan tahun 2019. Anak yang mau masuk SMP di sekitar Jalan Gerilya dan Proklamasi, Kecamatan Sungai Pinang cukup banyak dan di kawasan itu belum ada sekolah, sehingga Pemkot Samarinda tahun ini mendirikan SMPN 46. Hal yang sama juga terjadi di Kelurahan Baqa dan Sungai Keledang, sehingga didirikan SMPN 46. “Sebaliknya SMPN  42 di Berambai, Kelurahan Sempaja Utara kekurangan murid,” kata Asli. (001)