
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Masalah banjir di Kota Samarinda kembali menjadi sorotan dalam Musrenbang RPJMD Kalimantan Timur (Kaltim) 2025–2029 yang terselenggara pada Senin (5/5) di Pendopo Odah Etam, Komplek Kantor Gubernur, jalan Gajah Mada, Kota Samarinda.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim dari Fraksi PKS Dapil Samarinda, Subandi, mengusulkan agar Pemerintah Provinsi Kaltim membangun kolam retensi di hulu Sungai Karang Mumus, tepatnya di atas Bandara APT Pranoto atau daerah Sungai Siring yang masuk wilayah Kutai Kartanegara.
Setiap musim hujan kata Subandi, banjir di Samarinda menimbulkan kerugian ekonomi, sosial, bahkan mengganggu aktivitas warga terutama bagi mereka yang ingin pergi ke Bandara APT Pranoto.
“Setiap kali hujan deras, Kota Samarinda pasti kebanjiran. Bahkan, akses menuju Bandara APT Pranoto kerap terputus. Masyarakat pun banyak yang kehilangan penerbangan,” ujar Subandi dalam forum yang dihadiri langsung Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud.
Selama ini kata dia, penanganan banjir belum menyentuh akar persoalan. Subandi menyebut bahwa Bendungan Benanga yang menjadi satu-satunya sistem pengendali air di Kota Samarinda sudah tak mampu menampung debit air saat puncak musim hujan.
“Ketika hujan deras, sedikit saja pintu air Benanga dibuka, langsung banjir. Tapi kalau tidak dibuka, bisa jebol karena memang daya tampungnya sangat terbatas,” jelasnya.
Atas kondisi itu, Subandi mengusulkan agar Pemerintah Provinsi Kaltim bisa membangun kolam retensi atau embung di wilayah hulu Karang Mumus, yang berada di wilayah Kutai Kartanegara.
Sekitar 80 persen air yang membanjiri Kota Samarinda menurut Subandi, bersumber dari aliran Karang Mumus yang berasal dari daerah tersebut.
“Embung ini sebenarnya bukan hanya untuk Samarinda. Daerah hilir seperti Loa Janan di Kutai Kartanegara juga terdampak, karena air dari Samarinda dibuang ke sana. Saat saya reses, masyarakat sana juga protes. Jadi solusinya bukan hanya tanggul di hilir, tapi juga retensi air di hulu,” katanya.
Ia menegaskan bahwa karena ibu kota provinsi berada di Kota Samarinda, maka penanganan banjir kota ini harus menjadi kepentingan bersama.
“Kalau Kota Samarinda banjir, tentu aktivitas pemerintahan provinsi terganggu. Tamu-tamu dari kabupaten/kota lain juga merasa tidak nyaman. Jadi mohon usulan ini agar bisa dipertimbangkan dan masuk prioritas lima tahun ke depan. Semoga Samarinda benar-benar terbebas dari banjir,” terangnya.
Gubernur Soroti Normalisasi Sungai Mahakam
Menanggapi hal itu, Gubernur Rudy Mas’ud menyatakan bahwa usulan pembangunan embung akan dipertimbangkan. Namun, ia menilai akar persoalan banjir di Samarinda lebih kompleks dan berkaitan erat dengan kondisi Sungai Mahakam yang telah mengalami pendangkalan parah.
“Kalau kita hanya tinggikan jalan atau bangun embung, tapi Sungai Mahakam enggak pernah dikeruk, ya tetap saja banjir. Sungai itu sudah hampir 20 tahun enggak dinormalisasi,” jelasnya.
Ia mengungkapkan bahwa saat ini Pemerintah Provinsi Kaltim tengah menjajaki koordinasi dengan Kementerian Perhubungan terkait kewenangan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) Mahakam agar normalisasi dapat segera dilakukan.
“Ini menjadi perhatian kami. Tadi sebelum masuk forum ini, kami sempat bahas dengan Forkopimda. Kami sedang komunikasikan secara intens dengan Menteri Perhubungan agar normalisasi sungai ini bisa segera dilaksanakan,” tambahnya.
Kendati demikian, Rudy menyatakan bahwa usulan pembangunan embung tetap masuk radar perencanaan provinsi. Ia turut menilai bahwa mbung bisa menjadi bagian dari solusi, namun tidak akan efektif jika Sungai Mahakam tetap dalam kondisi mendangkal.
“Nanti kita lihat kondisi teknisnya. Tapi saya sampaikan, tanpa normalisasi sungai, embung pun dampaknya akan terbatas. Jadi kita harus selesaikan dari hulunya,” tegas Rudy.
Langkah-langkah ini merupakan bagian dari rencana besar Pemerintah Provinsi Kaltim dalam menata kembali sistem pengendalian banjir, terutama di kota strategis seperti Samarinda.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: Banjir SamarindaDPRD KaltimMusrenbang