UU KUHP Berbahaya bagi Demokrasi, Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Serta Pemberantasan Korupsi

Dewan Pers atas saran Menko Polhukam Mahfud MD sudah melakukan penyusunan reformulasi sejumlah pasal-pasal di RUU KUHP dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin, dan lain-lain, Kamis (28/07/2022)  tapi tidak mendapat tanggapan dari Komisi III DPR RI sampai RUU KUHP tersebut disahkan jadi UU KUHP, Selasa (06/12/2022). (Foto SMSI)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Dewan Pers menilai ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam RUU KUHP yang sudah disetujui oleh Pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU KUHP itu tidak hanya mengancam dan mencederai kemerdekaan pers, namun juga berbahaya bagi demokrasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta pemberantasan korupsi.

Demikian ditegaskan Dewan Pers dalam siaran persnya yang disampaikan Arif Zulkifli, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers menanggapi disahkannya  UU KUHP oleh DPR RI bersama Pemerintah dan akan berlaku efektif tahun 2025, Selasa (06/12/2022).

baca juga:

Mahfud MD Minta Dewan Pers Secepatnya Reformulasikan Pasal-pasal Bermasalah di RKUHP

Arif menambahkan, ketentuan-ketentuan pidana pers dalam KUHP, mencederai regulasi yang sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Padahal unsur penting berdemokrasi adalah dengan adanya kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan berpendapat, serta kemerdekaan pers.

“Dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia hakiki,” ujarnya.

Dewan Pers mencatat pasal-pasal UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers, kemerdekaan berpendapat, dan berekspresi, sebagai berikut:

  • Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
  • Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
  • Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
  • Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
  • Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
  • Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
  • Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan. 8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
  • Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
  • Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
  • Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
 Ketua Dewan Pers, Prof Azyumardi Azra (saat masih hidup) menemui  Menko Polhukam, Mahfud MD, Kamis (28/07/2022)  dan meminta Pemerintah-DPR RI menunda pengesahan RUU KUHP Menjadi UU KUHP sampai sejumlah pasal direformulasikan ulang agar tidak membahayakan kemerdekaan pers dan demokrasi, kebebasan beragama. (Foto Dewan Pers)

Menurut Arif, Dewan Pers menyayangkan keputusan itu diambil dengan mengabaikan minimnya partisipasi dan masukan masyarakat, termasuk komunitas pers. Mengingat masih terdapat pasal-pasal krusial yang menjadi ancaman bagi pers dan wartawan.

Sejumlah pasal dalam UU KUHP tersebut sungguh mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi kini menghadapi upaya pembungkaman.

“Pers sebagai pilar demokrasi yang bekerja untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi yang bermakna akan lumpuh karena berhadapan dengan ancaman kriminalisasi oleh pasal-pasal UU KUHP,” kata Arif lagi.

Dalam demokrasi, kemerdekaan pers harus dijaga, salah satunya dengan memastikan tidak adanya kriminalisasi terhadap wartawan. Perlindungan itu dibutuhkan agar wartawan dapat bebas menjalankan tugasnya dalam mengawasi (social control), melakukan kritik, koreksi, dan memberikan saran-saran terhadap halhal yang berkaitan dengan kepentingan umum untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Kemerdekaan pers terbelenggu karena UU KUHP itu dapat menjerat wartawan dan perusahaan pers sebagai pelaku tindak pidana ketika menjalankan tugas jurnalistik.

Dewan Pers sebagai lembaga independen sebelumnya telah menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) RKUHP terhadap pasal-pasal krusial yang menjadi ancaman terhadap pers dan wartawan. Dewan Pers juga menyarankan reformulasi 11 cluster dan 17 pasal dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, sebagai upaya mencegah kriminalisasi.

Namun masukan yang telah diserahkan ke pemerintah dan DPR tidak memperoleh feedback. Padahal, Dewan Pers juga menyampaikan saran agar dilakukan simulasi kasus atas norma yang akan dirumuskan.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: