Tumpahan Minyak, Pertamina Dikenai Tuntutan Pidana dan Perdata

tum pah
Tumpahan minyak mentah Pertamina di Teluk Balikpapan.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan yang mencemari lingkungan di Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dengan luas areal terdampak 12.987 hektar dan 5 orang nelayan meninggal, menjadikan PT Pertamina (Persero) dikenai tuntutan pidana dan perdata.

Tuntutan pidana yang akan diterapkan Direktorat Reskrimsus Polda Kalimantan Timur adalah Pertamina melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Pasal 99 ayat 1, 2, dan 3. Tidak itu saja, Pertamina juga akan dituntut menghadapi tuntutan ganti rugi (perdata) untuk masyarakat. Tuntutan akan dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutatan Republik Indonesia.

Demikian antara lain kesimpulan  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  Republik Indonesia tertanggal 4 April 2018 yang diterima pers tanggal 5 April 2018. Untuk memeriksa tumpahan minyak dari pipa minyak Pertamina yang patah (bocor) KLHK menurunkan tim terdiri dari Perwakilan Direktorat Jendral (Ditjen) Pengendalian Pencemaran dan Kersukan Lingkungan, Ditjen Penegkan Hukum, Puast Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan (P3EK), Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Unit Balikpapan, Dinas LH (Lingkungan Hidup) Kota Balikpapan, dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Pontianak Satker (Satuan Kerja) Balikpapan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Polda Kalimantan Timur.

Proses Hukum Kasus Tumpahan Minyak di Balikpapan Tetap Berjalan

Luasan Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan 12.987 Hektar

UU Tentang PPLH, Pasal 99 ayat 1 berbunyi; “setiap orang yang karena kelalainnya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar”.

Pasal 99 ayat 2 menyebutkan; “apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bayaha kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2 miliar dan paling banyak Rp6 miliar”.

Kemudian di Pasal 99 ayat 3 menerangkan; “apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp9 miliar”.

Kementerian LHK dapat mewakili tuntutan ganti rugi masyarakat sebagaimana diatur dalam UU PPLH Pasal 87 ayat 1 yang berbunyi; “setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu”.

Berdasarkan UU PPLH, yang dapat menggugat perdata bukan hanya KLHK mewakili pemerintah pusat dan pemerintah daerah, UU juga memberi peluang kepada masyarakat dan organisasi lingkungan hidup mengajukan gugatan.

Dalam konferensi pers PT Pertamina Unit Pengolahan RU V, 4 April 2018, pukul 15.00 Wita di Mapolda Kaltim, Pertamina telah mengakui tumpahan minyak mentah (crude oil) di perairan Teluk Balikpapan berasal dari  pipa minyak terminal Pertamina di Lawe-lawe ke  fasilitas refineery Balikpapan yang putus.

Pipa distribusi yang putus itu diameter 20 inchi, tebal 12 milimeter, bahan terbuat dari baja, usia pipa sudah 20 tahun. Secara teknis hanya eksternal force (kekuatan dari luar) yang mampu menggeser pipa sejauh 100 meter. Kedalaman pipa yang patah berada pada kedalaman 22 sampai dengan 26 meter. (001)